Rabu, 18 Maret 2009

TEORI MULTIPLE INTELIGENSI GARDNER


TEORI MULTIPLE INTELIGENSI GARDNER
Teori inteligensi ganda ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Inteligensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi, inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam. Seseorang memiliki inteligensi yang tinggi apabila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-macam dan kompleks, semakin tinggi inteligensinya. Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 9 kategori (Suparno, 2004), yaitu:
1. Inteligensi Linguistik (linguistic intelligence)
Inteligensi linguistik merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan, untuk mengekspresikan ide-ide atau gagasan-gagasan yang dimilikinya. Orang yang mempunyai kecerdasan linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah untuk mengetahui dan mengembangkan bahasa dan mudah mempelajari berbagai bahasa.
2. Inteligensi Matematis-Logis (logic-mathematical intelligence)
Inteligensi matematis-logis merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan penggunaan bilangan dan logika secara efektif. Termasuk dalam kecerdasan ini adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi dan perhitungan.
3. Inteligensi Ruang (spatial intelligence)
Inteligensi ruang atau inteligensi ruang visual adalah kemampuan seseorang dalam menangkap dunia ruang visual secara tepat, seperti yang dimiliki oleh seorang dekorator dan arsitek. Yang termasuk dalam kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan bentuk benda dalam pikiran dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata serta mengungkapkan data dalam suatu grafik.
4. Inteligensi Kinestetik-Badani (bodily-kinesthetic intelligence)
Inteligensi kinestetik-badani merupakan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Orang yang mempunyai kecerdasan ini dengan mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan mudah dapat diekspresikan dengan gerak tubuh.
5. Inteligensi Musikal (musical intelligence)
Inteligensi musikal merupakan kemampuan untuk mengembangkan dan mengekspresikan, menikmati bentuk-bentuk musik dan suara, peka terhadap ritme, melodi dan intonasi serta kemampuan memainkan alat musik, menyanyi, menciptakan lagu dan menikmati lagu.
6. Inteligensi Interpersonal (interpersonal intelligence)
Inteligensi interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, motivasi, watak, temperamen, ekspresi wajah, suara dan isyarat dari orang lain. Secara umum, inteligensi interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan orang lain.
7. Inteligensi Intrapersonal (intrapersonal intelligence)
Inteligensi interpersonal merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti tentang diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri. Termasuk dalam inteligensi interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk berefleksi dan menyeimbangkan diri, mempunyai kesadaran tinggi akan gagasan-gagasan, mempunyai kemampuan mengambil keputusan pribadi, sadar akan tujuan hidup dapat mengendalikan emosi sehingga kelihatan sangat tenang. Orang yang mempunyai kecerdasan interpersonal akan dapat berkonsentrasi dengan baik.
8. Inteligensi Lingkungan/Natural (natural intelligence)
Inteligensi lingkungan atau natural memiliki kemampuan mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat memahami dan menikmati alam dan menggunakannya secara produktif dalam bertani, berburu dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Orang yang mempunyai kecerdasan lingkungan/natural memiliki kemampuan untuk tinggal di luar rumah, dapat berhubungan dan berkawan dengan baik.
9. Inteligensi Eksistensial (existential intelligence)
Inteligensi eksistensial lebih menyangkut pada kepekaan dan kemampuan seseorang dalam menjawab persoalan-persoalan terdalam mengenai eksistensi manusia. Orang yang mempunyai kecerdasan eksistensi mencoba menyadari dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa aku ada? Mengapa aku mati? Apa makna hidup ini? Bagaimana manusia sampai ke tujuan hidup?
Menurut Gardner, dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut, namun untuk orang-orang tertentu kadang suatu inteligensi lebih menonjol daripada yang lainnya. Inteligensi merupakan representasi mental, bukan karakteristik yang baik untuk menentukan orang macam apa mereka.

TORI BELAJAR KOGNITIF

SEJARAH TEORI BELAJAR KOGNITIF
Dalam teori belajar ini berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh “reward” dan “reinforcement”. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memeperoleh “insight”untuk pemecahan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih daripada bagian-bagian. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
CIRI TEORI BELAJAR KOGNITIF
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

AWAL PERTUMBUHAN TEORI-TEORI BELAJAR KOGNITIF
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar “gestalt” peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer ( 1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving sumbangan nya ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan; kemudian Wolfgang penelitian-penelitian mereka menumbuhkan Psikologi Gestalt yang menekankan bahasa pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman. Kaum Gestaltis berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur stimulus dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insaightí yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagianb-bagian di dalam suatu situasi permasalahan hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan . Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha atau “oh, I see now”
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan simapse pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadang kala simpase dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheirmer (1945) menjadi orang Gestaltis yang mula-mula menghubungkan pekerjaan dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu ia menyesalkan penggunaan menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian, bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan Getaltis, semua kagitan belajar ( baik pada simpase maupun pada manusia ) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan anatara bagian dan keseluruhan. Menurut psikologi Gestalt, tingkah laku kejelasan belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.

TEORI BELAJAR
“ Cognitive- Field”
( Lewin )
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin ( 1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar “ Cognitive- Field” dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-masing individu sebagai berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis di mana individu beraksi disebut “ life space” mencakup perwujudan lingkungan di mana individu beraksi, misalnya Orang-orang ia jumpai, objek materil yang ia hadapi.
Lewin berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil iteraksi antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan; maupun dari luar diri individu seperti tantangan dan permasalahan. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif ini adalah hasil dari dua macam kekuatan satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan paranan yang lebih penting pada motivasi dari pada reward.
TEORI BELAJAR
“ Cognitive Development ”
( Piaget )
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari kongkret menuju abstrak. Piaget adalah seorang psikolog “development” karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Dia adalah salah seorang psikolog yang suatu teori komprehensif tentang perkembangan intelegensi atau proses berpikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kualitiatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur yang memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungan, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian atau adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk dalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Piaget memakai istilah “ scheme” secara “interchangably” dengan istilah struktur “ scheme”adalah pola tingkah laku yang dapat diulang “ Scheme” berhubungan dengan :
 Refleks-refleks pembawaan; misalnya bernafas, makan, minum.
 Scheme mental misalnya “sheme of classification”, “ scheme of operation” (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap), dan “ scheme of operation” ( pola tingkah laku yang dapat diamati)
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu:
• Struktur, disebut juga “ scheme” seperti yang dikemukakan diatas
• Isi disebut juga “content” yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
• Fungsi, disebut juga ‘ function” yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelktual.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi “ invariant” yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi: berupa kecakapan seseorang atau organisasi dalam menyusun proses-proses fesis dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang koheran.
Adaptasi: yaitu adaptasi individu terhadap lingkungan. Adaptasi ini terdiri dari dua macam proses komplermenter, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimillasi: Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi amasalah dalam lingkungannya. Sedangkan akomodasi, proses perubahan respon individu terhadap stimulasi lingkungan. Pengaplikasian di dalam belajar : perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang beluim diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan uasaha untuk dapat mengakomodasikan. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek yaitu: strctur, content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektuanya berubah atau berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan; masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikiran anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
Tahap-tahap perkembangan Piaget:
1) kematangan
2) Pengalaman fisik atau lingkungan
3) Tranmisi sosia;
4) Eguilibrium atau self regulation

Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan yaitu :
1) Tingkat sensori motoris : 0,0 – 2,0
2) Tingkat preoperasobal : 2,0 – 7,0
3) Tingkat operasi kongkret: 7,0 – 11,0
4) Tingkat operasi formal : 11,0
Penjelasan :
1. Tingkat sesori motoris
Bayi lahir refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak tidak mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2. Tingkat preoperasional
Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah memulai mengenal simbolk atau nama. Dalam hubungan ini Philips (1969) membagi atas (1) concretemss, (2) irreversibility (3) centering ( ini tanpak adanya egocerntrisme) ( 4) states vs Transformatiion dan (5) tranductive reasoning.
3. Tingkat operasi kongkret
Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Kecakapan kognitif anak ( 1) combinativity classification, (2) reversibility ( 3) associativity (4) Identity ( 5) seriallizing. Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih socientris ( anak mulai membentuk peer group)
4. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk lebih kompleks. Flavell (1963) memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Pada pemikiran abnak remaja adalah hypothetico deductive. Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problem dan membuat keputusan terhadap problem itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.
b) Periode propositional thinking
Remaja telah dapat memberikan statement atau proporsi berdasarkan pada data yang kongkret. Tetapi kadang-kadang ia berhadapan dengan proposi yang bertentangan dengan fakta.
c) Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengombinasikan faktor-faktor itu.

Jerome Bruner dengan
“Discovery Learning”
Yang menjadikan dasar ide J. Brune ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya “ discovery learning” yaitu dimana murid mengorganisasi bayhan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning atau expository taching dimana guru menerangkan semua informal dan murid harus mempelajari semua bahan atau informasi itu.
Banyak pendapat yang mendukung discovery learning itu diantaranya : J. Dewey (1933) dengan “complete art of reflective activity “atau terkenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of education Di dalam buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi diantara para ahli science, ahli sekolah atau pengajaran dan pendidik tentang pengajaran science . Dalam hal ini ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.

FUNGSI KOGNITIF
Sebagaimana dijelaskan di lain tempat,melalui fungsi kognitif manusia menghadapi obyek-obyek dalam bentuk-bentuk representatif yang menghadirkan obyek-obyek itu dalam kesadaran. Hal ini paling jelas nampak dalam aktivitas mental berfikir.
1) Taraf intelegensi-daya kreativitas Istilah “ intelegensi” dapat diartikan dengan dua cara yaitu:
a. Arti Luas : kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berfikir memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan sosial, teknis, perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar di sekolah.
b. Arti Sempit : kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya berpikir memegang peranan pokok intelegensi dalam arti ini, kerap disebut “ kemampuan intelektual “ atau “ kemampuan akademik”
Di dalam intelegensi terdapat beberapa komponen, seperti intelegensi sosial, intelegensi praktis, ineregensi teoristis. Komponen-komponen itu tidak berperan sama besar dalam memberikan prestasi di berbagai kehidupan, misdalnya dalam pergaulan sosial komponen intelegensi soaial berperan lebih banyak. Komponen-komponen itu juga tidak sama-sama kuat dalam intelegensi yang dimiliki seseorang, pada orang A komponen intelegensi teoristis lebih kuat, pada orang B komponen intelegensi praktis lebih kuat. Maka mungkin saja bahwa siswa A berprestasi lebih tinggi dalam semua bidang studi yang menuntut banyak pemikiran teoritis, sedangkan siswa B berprestasi lebih tinggi dalam banyak bidang studi yang bersifat praktis (perbedaan inter individual). Bahkan siswa C mungkin lebih tinggi dalam banyak bidang studi yang pertama dan berprestasi lebih rendah dalam semua bidang studi yang kedua (perbedaan intra-individual).
Mengenai hakikat intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat di antara para ahli. Variasi dalam pendapat nampak bila pandangan ahli satu dibandingkan dengan pendapat ahli yang lain, khususnya pendapat dari :
a. Terman : intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak
b. Thorndike : intelegensi adalah kemampuan untuk menghubungkan reaksi tertentu dengan perangsang tertentu pula, misalnmya orang mengatakan “meja” bila melihat sebuah benda yang beraksi empat dan mempunyai permukaan yang datar. Maka makin banyak hubungan (koneksi) semacam itu yang dimiliki seseorang, makin intelegensi orang itu.
c. Spearman : intelegensi merupakan hasil perpaduan antara faktor umum dan sejumlah faktor khusus. Faktor umum ( faktor g) berperan dalam semua bentuk berprestasi, sedangkan faktror-faktor khusus ( S1, S2, S3 dan seterusnya) berperan dalam bentuk-bentuk berprestasi tertentu, seperti berkemampuan bahasa, berkemampuan matematis. Perpaduan itu adalah unik untuk setiap orang, sehingga nampak perbedaan itu adalah unik untuk setiap orang, sehingga nampak perbedaan antara orang yang satu dengan yang lain.
d. Thurstone : intelegensi merupakan kombinasi dari beberapa kemampuan dasar ( primary abilities). Kemampuan-kemampuan dasar itu disebut “ faktor-faktor utama” dan berjumlah tujuh, yaitu faktor bilangan, ingatan, penggunaan bahasa, kelancaran kata-kata, pemecahan problema, kecepatan.
e. Guilford : intelegensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus. Dibedakan produk yang diperoleh sebagai hasil dari operasi tertentu terhadap materi tertentu. Pada dimensi yang pertama terdapat 5 faktor, pada dimensi yang kedua terdapat 6 faktor dan pada dimensi yang ketiga terdapat 4 fakator. Maka diperoleh jumlah faktor sebanyak 120, yaitu 5 x 6 x 4. rteori Guilford, tidak dapat diuraikan di sini, karena bersifat sangat kompleks. Pembaca yang berminat dapat mempelajari literatur yang membahas teori ini, misalnya J.P Guilford, The Nature og Human Integence, 1967.
f. Wechsler : intelegency adalah kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu tujuan, untuk berfikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Berdasarkan pengertian ini, disusun beberapa tes intelegensi yang sampai sekarang masih digunakan, misalnya “ Wechenler Intelegence Scale for Children, “ “Wechsler Adult Intelegence Scale,”
g. Binet : Intelegency adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri. Berdasarkan pengertian ini disusun tres intelegensi yang dikenal dengan nama “test stanford-Binet “ dan sampai sekarang masih digunakan.
h. Gardner : mengembangkan bahwa terdapat beberapa macam intelegensi yang dapat dibedakan yang satu dari yang lain. Dia mencatat bahwa kerusakan pada bagian otak tertentu mengakibatkan gangguan terhadap intelegensi yang satu, tetapi tidak terhadap intelegensi yang lain. Disamping itu dikemukakannya bahwa orang kerap mencolok dalam satu intelegensi, tetapi tidak menunjukkan kemampuan tinggi dalam intelegensi yang lain. Jumlah intelegensi yang disebutkan adalah tujuh yaitu kemampuan dalam penggunaan bahasa seperti disaksikan pada penyair dan jurnalistik;kemampuan dalam berfikir logis dan matematis seperti yang terdapat pada seorang ahli riset ilmiah dan seorang ahli matematika.
i. Sternberg : Teori triarkhis mengenai intelegensi artinya teori yang mengandung tiga bagian. Bagian pertama menyangkut berbagai proses mental yang menjadi komponen pokok dalam operasi mental terhadap representasi dari obyek0obyek dalam alam pkiran. Bagian kedua menyangkut kemampuan seorang untuk menghadapi tantangan baru secara efektif, dan mencapai taraf kemahiran dalam berfikir sehingga mudah berhasil dalam mengatasi segala permasalahan yang muncul. Bagian ketiga dalam teori Sternbeg menyoroti kemampuan untuk menempatkan diri sendiri dalam lingkungan yang memungkinkan akan berhasil, untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan itu dan untuk mengadakan perubahan terhadap lingkungan itu bila perlu. Kemampuan ini nampak, misalnya dalam ketetapan plihan karier, dalam kemudahan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan kerja dan dalam kelincahan pergaulan sosial.
Meskipun semua pandangan yang dikemukanan di atas sangat bervariasi kebanyakan psikologi dewasa ini cenderung sependapat bahwa tiga komponen inti dalam intelegensi adalah kemampuan untuk menangani representasi mental dalam alam pikiran seperti konsep dan kaidah (berfikir abstrak), kemampuan untuk belajar. Dari pihak lain adanya perbedaan dalam pandangan mengenai hakikat intelegensi, harus membuat tenaga kependidikan sangat hati-hati dalam membentuk pendapat di bidang ini. Bil seorang siwa dalam testing intelegensi di sekolah mendapat hasil yang tinggi ( IQ-nya tinggi), tidak harus berarti bahwa siswa yang bersangkutan sekaligus memiliki daya kreativitas bagi guru yang berfikir terlalu kaku dan tidak berani keluar dari jalur yang lazimnya yang tinbgi pula. Maklumlah , dalam testing intelegensi di sekolah, corak berfikir konvergen yang lebih berperanan.
Seorang siswa yang terbukti mempunyai IQ yang tinggi dan sekaligus mampu berpikir kreatif sekali, biasanya akan merepotkan guru, karena cendrung untuk berfikir kritis, menemukan pemecahan yang baru dan mengajukan pertanyaan yang sukar dijawab; dia merepotkan diikuti. Torrance telah mengembangkan dua macam tes yang pertama subyek dituntut untuk mengerjakan berbagai soal dengan menggunakan bahasa, misalnya memikirkan dan menyebutkan sebanyak subyek disuruh untuk mengerjakan beberapa tugas tanpa menggunakan bahasa.
Dalam macam tes yang kedua subyek disuruh untuk mengerjakan beberapa tugas tanpa menggunakan bahasa misalnya membuat sebuah gambar yang masing- masing memuat dua garis vertikal yang paralel. Semua soal itu diberi skor dalam tiga komponen, yaitu orisinalitas (sangat sedikit orang menghasilkan pikiran seperti itu), variasi (berapa jumlah jawaban yang berbeda), dan fleksibilitas (berapa jumlah golongan jawaban yang berbeda).
a. Bakat Khusus merupakan kemampuan yang menonjol di suatu bidang tertentu misalnya di bidang studi matematika atau bahasa asing. Orang sering berpendapat bahwa seua bakat khusus merupakan sesuatu yang langsung diturunkan oleh orang tua, misalnya bakat khusus di bidang matematika diperoleh dari orang tua melalui proses generasi biologis. Namun yang terakhir ini tidak akan nampak kalau tidak dikembangkan melalui pendidikan keluarga dan sekolah. Adanya bakat khusus di suatu bidang studi akademik, biasanya baru nampak jelas pada awal masa remaja, karena baru pada masa itu anak telah memperoleh cukup banyak pengalaman, sehingga terbentuk suatu bakat khusus.
b. Organisasi kognitif menunjuk pada cara materi yang sudah diupelajari, disimpan dalam ingatan; apakah tersimpan secara sistematis atau tidak. Hal ini bergantung pada cara materi dipelajari dan diolah;makin mendalam dn makin sistematis pengolahan materi pelajaran, makin baiklah taraf organisasi dalam ingatan itu sendiri.
c. Kemampuan berbahasa mencakup kemampuan untuk menangkap inti suatu bacaan dan merumuskan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh itu dalam bahasa yang baik, sekurang-kurangnya bahasa tertulis, Mengibgat kaitan yang ada antara berpikir yang tepat dan berbahasa yang benar, maka tidak mengherankan bahwa siswa yang kurang mampu berbahasa, tertinggal di belakang dibanding dengan siswa yang berbahasa baik.
d. Daya fantasi berupa aktivitas kognitif yang mengandung pikiran-pikiran dan tanggapan-tanggapan, yang bersama-sama menciptakan sesuatu dalam alam kesadaran. Dalam alam fantasi orang tidak hanya menghadirkan kembali hal-hal yang perbnah diamati tyetapi menciptakan sesuatu yang baru. Misalnya, tanggapan “semut sebesar gajah” bukanlah sesuatu yang pernah diamati, meskipun materi untuk tanggapan itu, yaitu semut dan gajah. Berasal dari pengalaman sensorik yang kongkret.
e. Daya fantasi mempunyai kegunaan kreatif, antisipatif, rekratif dan sosial. Fantasi dapat berguna dalam menciptakan sesuatu yang baru (Kreasi) dalam membayangkan kejadian mendatang dan mempersiapkan diri menghadapi kejadian itu ( antisipasi) dalam melepaskan diri dari ketegangan hidup sehari-hari (rekreasi) dan dalam menempatkan diri dalam situasi hiosup orang lain (sosial)
f. Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Gaya belajar mengandung beberapa koponen, antara lain gaya kognitif dan tipe belajar. Gaya kognitif adalah cara kognitif digunakan seseorang dalam mengamati dan beraktivitas mental di bidang kognitif. Cara khas ini bersifat sangat individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk, cendrung bertahan terus. Dewasa ini dibedakan empat gaya kognitif yaitu :
1. Kecendrungan untuk mengamati dan berpikir secara analisis. Sesuatu yang dipelajari ditinjau dari beberapa sidut dan seoalah-olah dibagi atas beberapa bagian yang masing-masing diperdalam, untuk kemudian digabung lagi. Gaya seperti ini dilawankan dengan kecendrungan untuk mempelajari sesuiatu secara global tanpa mengadakan peotongan atau pembagian.
2. Perbedaan antara kedua kecendrugan ini sangat mirip dengan apa yang dikenal sebagai ketergantungan pada medan (field dependency) lawan ketidak-ketergantungan pada medan (field-independent). Dalam hal yang pertama orang cendrung memandang suatu pola sebagai keseluruhan dan kerap lebih berorientasi pada sesama manusia serta hubungan sosial. Oleh karena itu guru yang sungguh-sungguh mengenal kepribadian masing-masing siswa, harus mendampinginya dalam memanfaatkan kelebihannya serta mengatasi kelemahannya..
3. Ketahanan terhadap kecendrungan untuk meninggalkan arah atau cara yang telah diplih dalam mempelajari sesuatu. Sekali dipilih suatu cara yang dinilai tepat apakah cara itu mudah ditinggalkan untuk diganti dengan cara lain yang nampaknya lebih mudah, tetapi sebanarnya kurang tepat.
4. Luas sempitnya pembentukan pengertian (konseptualisasi) apakah seseorang cenderung untuk membentuk konsep-konsep yang luas atau yang lebih terbatas. Yang pertama mencakup banyak hal sekaligus yang kedua mencakup beberapa hal saja.
5. Keendrungan untuk sangat memperhatikan perbedaan antara obyek-obyek atau kurang meperhatikannya. Hal initerutama menyangkut pengamatan yang dalam belajar dapat memegang peranan penting.
6. Kecendrungan ini mungkin dipengaruhi oleh gaya kognitif yang mendfasari yaitu bereaksi dengan sangat cepat, namun kurang tepat (impulsif) atau bereaksi dengan lebih lamban tetapi tepat( refleksif). Dengan meningkatknya umur anak pada umumnya menjadi lebih refleksif, namun anak yang sejak umur muda cendrung bera\eaksi dengan cepat tidak akan berbalik menjadi orang yang angat bereakasi refleksif siswa yang cendrung untuk terlalu inplusif dalam berpersepsi dan mengerjakan tugas-tugas belajar, harus dibantu untuk bekerja dengan lebih lambat, mialnya dengan menganjurkan supaya membaca soal dalam tes secara teliti dan menjawabnya secara terencana.
7. Tipe belajar menunjuk pada kecendrungan seseorang untuk mempelajari seauatu dengan cara yang lebih visual atau lebih auditif. Siswa yang tergolong tipe visual cendrung lebih mudah belajar bila materi pelajaran dapat dilihat atau dituangkan dalam bentuk gambar, bagan, duagram dan lain sebagainya. Namun tidak semua siswa akan jelas trgolong kedalam salah satu tipe; mungkin saja seorang siswa akan menyesuaikan tipe belajarnya dengan materi pelajaran yang dihadapi. Adapula siswa yang tidak bertipe belajar apa pun dan mengalami kesulitan, baik dalam menglah materi pelajaran secara visual maupun secara auditif.
g. Teknik-teknik studi atau cara-cara belajar secara efisien dan efektif jelas membantu siswa dalam belajar lebih-lebih bila belajar diu rumah. Siswa yang telah terbiasa mengikuiti cara belajar yang tepat akan meningkatkan kemampuan belajar. Sebagaimana dikatakan oleh Van Parreren, siswa yang tidak berkemampuan intelektual tinggi pun dapat belajar menggunakan cara belajar yang tepat .
Pertanyaan yang perlu dijawab ialah ampai berapa jauh butrir (1) sampai (7) dapat berubah lebih-lebih hal yang menguntungkan bagi siswa selama proses belajar mengajar menjadi lebih baik misalnya teknik-teknik studi dan kemampuan berbahasa, daya fantasi dan teknik studi, dapat dipengaruhi secara positif atau ditingkatkan oleh guru dan siswa sendiri. Selama proses-proses belajar-mengajar dalam kurun waktu cukup lama, guru mendapat kesempatan untuk membantu siswa untuk menibgkatkan semua itu. Sehingga lama kelamaan keadaan siswa, dibidang kognitif, menjadi lebih baik. Dengan demikian siswa memperoleh bekal yang lebih menguntungkan bagi belajar di masa yang akan datang. Siswa sendiri dapat melatih diri di luar proses belajar mengajar di sekolah, misalnya pada waktu mengerjakan pekerjaan rumah, dengan dibantu oleh keluarga. Namun, usaha-usaha itu harus dimulai seawal mungkin, sejak siswa masuk sekolah dasar.
Usaha peningkatan yang baru dimulai pada waktu siswa sampai di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, memberikan harapan kecil akan menghasilkan perbaikan yang berarti. Mengenai kemungkinan mempengaruhi gaya belajar, para ahli berbeda pendapat, ada yang mengatakan, bahwa gaya belajar sudah terbentuk pada waktu anak akan masuk Sekolah Dasar dan ada yang masih menerima kemungkinan itu selama tahun-tahun sesudah masuk Sekolah Dasar. Mengenai kemungkinan meningkatkan taraf intelegensi , para ahli cenderung berpadangan agak optimis, kalau dilakukan sebelum anak masuk Sekolah Dasar. Kemunginan itu dianggap menjadi lebih kecil, bila siswa berada pada tahap pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Setelah siswa masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, peningkatan yang berarti kiranya tidak dapat diharapkan, lebih-lebih sebelumnya hal itu sama sekali tidak diusahakan. Bahkan ada pengarang yang berpendapat bahwa taraf intelegensi, sejauh diukur dalam tes intelegensi umum (General Intelligence Test), tidak dapat diharapkan akan meningkat secara berarti sesudah umur 10 tahun, misalnya Benyamin Bloom dalam bukunya Human Charetersitic and School Learning